Sunday, October 20, 2013

Analisis Kendala Dalam Meningkatkan Retribusi Ijin Mendirikan Bangunan

Analisis Kendala Dalam Meningkatkan Retribusi Ijin Mendirikan Bangunan 
Sebelum memulai mendirikan bangunan, sebuah rumah atau bangunan sebaiknya memiliki kepastian hukum atas kelayakan, kenyamanan, keamanan sesuai dengan fungsinya. Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) tidak hanya diperlukan untuk mendirikan bangunan baru saja, tetapi juga dibutuhkan untuk membongkar, merenovasi, menambah, mengubah, atau memperbaiki yang mengubah bentuk atau struktur bangunan. Tujuan diperlukannya ijin mendirikan bangunan adalah untuk menjaga ketertiban, keselarasan, kenyamanan, dan keamanan dari bangunan itu sendiri terhadap penghuninya maupun lingkungan sekitarnya. Selain itu ijin mendirikan bangunan juga diperlukan dalam pengajuan kredit bank. Ijin mendirikan bangunan sendiri dikeluarkan oleh pemerintah daerah setempat (kelurahan hingga kabupaten). Dalam pengurusan ijin mendirikan bangunan diperlukan pengetahuan akan peraturan-peraturannya sehingga dalam mengajukan ijin mendirikan bangunan, informasi mengenai peraturan tersebut sudah didapatkan sebelum pembuatan gambar kerja arsitektur. 

Retribusi daerah, komponen lain yang juga termasuk komponen pendapatan asli daerah, merupakan penerimaan yang diterima oleh pemerintah daerah setelah memberikan pelayanan tertentu kepada penduduk mendiami wilayah yuridiksinya. Perbedaan yang tegas antara pajak daerah dan retribusi daerah terletak pada kontraprestasi yang diberikan oleh pemerintah daerah. Jika pada pajak daerah kontraprestasi tidak diberikan secara langsung, maka pada retribusi daerah kontribusi diberikan secara langsung oleh pemerintah daerah kepada penduduk yang membayar retribusi tersebut. 

Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya diketahui bahwa beberapa atau sebagian besar pemerintah daerah belum mengoptimalkan penerimaan retribusi karena masih mendapat dana dari pemerintah pusat. Upaya untuk meningkatkan pendapatan asli daerah perlu dikaji pengelolaan untuk mengetahui berapa besar potensi yang riil atau wajar, tingkat keefektifan dan efisiensi. Peningkatan retibusi yang memiliki potensi yang baik akan meningkatkan pula pendapatan asli daerah. Devas, dkk (1989 : 46) mengungkapkan bahwa pemerintah daerah sangat tergantung dari pemerintah pusat. 

Selama lebih kurang puluhan tahun menjadi bagian dari Kabupaten Kapuas, wilayah Gunung Mas relatif tertinggal dibandingkan dengan daerah lain. Luas wilayah dan terbatasnya prasarana perhubungan serta kondisi geografis yang terpencar dengan jumlah penduduk relatif kecil, menjadikan masih banyak wilayah Gunung Mas yang belum tersentuh oleh kegiatan pembangunan. 

Beberapa tahun terakhir ini Kabupaten Gunung mas mulai giat melaksanakan pembangunan di segala bidang. Bahkan geliat pertumbuhan ekonomi mulai terasa di beberapa ibukota kecamatan di daerah Kabupaten Gunung Mas. Laju pertumbuhan penduduk dipengaruhi selain oleh terbukanya isolasi daerah, juga karena banyaknya kelahiran dan migrasi masuk juga dengan terbukanya lapangan kerja pada berbagai sektor. 

Kabupaten Gunung Mas adalah daerah pemekaran dan sedang membangun dalam banyak hal. 
Ironisnya pertumbuhan pembangunan yang ada tidak disertai dengan meningkatnya pendapatan terutama dari retribusi ijin mendirikan bangunan. Adanya birokrasi yang bertele-tele kadang membuat masyarakat menjadi malas untuk mengajukan ijin mendirikan bangunannya. Selain itu pengawasan dari pihak pemerintah daerah pun kurang terasa. Bila kita lihat di berbagai daerah lain di Indonesia, retribusi Ijin Mendirikan Bangunan termasuk pendapatan asli daerah yang cukup menjanjikan kalau dikelola dengan baik. Inilah alasannya mengapa saya ingin menggali lebih dalam lagi tentang potensi pendapatan asli daerah yang satu ini. Kenapa pendapatan yang diterima tidak pernah mencapai target serta kendala-kendala apa yang ada di dalamnya. 


Retribusi Daerah Bagian Dari Pendapatan Asli Daerah 
Menurut Halim dan Nasir (2006:44), Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah ”pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang¬undangan”. Menurut Kadjatmiko (2002:77), Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah ”penerimaan yang diperolah daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. 

Dalam rangka menggali sumber¬sumber keuangan daerah terutama dalam meningkatkan pendapatan asli daerah, pemerintah daerah harus berusaha mencari sumber-sumber keuangan yang potensial yaitu pajak daerah dan retribusi daerah. Kewenangan daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah diatur dengan UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang merupakan penyempurnaan dari UU No. 34 Tahun 2000 dan ditindaklanjuti peraturan pelaksananya dengan PP No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan PP No. 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah. Pajak daerah dan retribusi daerah merupkan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan otonomi daerah. 

Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009, sumber-sumber penerimaan daerah dalam rangka desentralisasi adalah pendapatan daerah dan pembiayaan. Pendapatan Daerah bersumber kepada : 
a. Pendapatan Asli Daerah 
b. Dana Perimbangan 
c. Lain-lain pendapatan 


Pendapatan asli daerah ini merupakan bagian terpenting dari penerimaan Daerah. Semakin tinggi sumber pendapatan asli daerah akan semakin tinggi kemampuan daerah dalam menyelenggarakan otonomi daerah. Pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan peraturan perundang¬undangan yang berlaku. Sumber pendapatan asli daerah adalah : 
a. Pajak Daerah 
b. Retribusi Daerah 
c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan 
d. Lain-lain PAD yang sah 


Menurut Munawir (1997), Retribusi merupakan iuran kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dan jasa balik secara langsung dapat ditunjuk. Paksaan di sini bersifat ekonomis karena siapa saja yang tidak merasakan jasa balik dari pemerintah dia tidak akan dikenakan iuran itu. Lebih lanjut diuraikan pula definisi dan pengertian yang berkaitan dengan retribusi yaitu dikutip dari Sproule-Jones and White yang mengatakan bahwa retribusi adalah semua bayaran yang dilakukan bagi perorangan dalam menggunakan layanan yang mendatangkan keuntungan langsung dari layanan itu lebih lanjut dikatakan bahwa distribusi lebih tepat dianggap pajak konsumsi dari pada biaya layanan; bahwa retribusi hanya menutupi biaya operasional saja. Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat dilihat sifat-sifat retribusi menurut Haritz (1995 : 84) adalah sebagai berikut: 
1 Pelaksanaannya bersifat ekonomis; 
2 Ada imbalan langsung kepada yang membayar; 

1 Iurannya memenuhi persyaratan, persyaratan formal dan material tetapi tetap ada alternatif untuk membayar; 
2 Retribusi merupakan pungutan yang umumnya budgeternya tidak menonjol; 
3 Dalam hal-hal tertentu retribusi daerah digunakan untuk suatu tujuan tertentu, tetapi dalam banyak hal tidak lebih dari pengembalian biaya yang telah dibukukan oleh pemerintah daerah untuk memenuhi permintaan masyarakat. 


Retribusi daerah berdasarkan pasal 1 ayat 28 UU.No.34 tahun 2000 adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemda untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Memperhatikan ketentuan tersebut menurut Fauzan (206:239), maka retribusi tidak lain merupakan pemasukan yang berasal dari usaha¬usaha Pemda untuk menyediakan sarana dan prasarana yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, baik individu maupun badan atau korporasi dengan kewajiban memberikan pengganti berupa uang sebagai pemasukan kas daerah. 

Retribusi Daerah terdiri atas 3 (tiga) golongan, yaitu : 
1 Retribusi Jasa Umum, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah (Pemda) untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. 
2 Retribusi Jasa Usaha, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemda dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. 
3. Retribusi Perizinan Tertentu, yaitu retribusi atas kegiatan tertentu Pemda dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. 


Ijin Mendirikan Bangunan 
Retribusi Ijin Mendirikan Bangunan adalah pembayaran atas pemberian ijin mendirikan bangunan oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau badan, termasuk merubah bentuk bangunan, biaya penelitian atau pemeriksaan konstruksi dan biaya sempadan. Wajib retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi. Masa retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan Ijin Mendirikan Bangunan atau untuk memulai pelaksanan pembangunan. 

Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya diketahui bahwa beberapa atau sebagian besar pemerintah daerah belum mengoptimalkan penerimaan retribusi karena masih mendapat dana dari pemerintah pusat. Upaya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah perlu dikaji pengelolaan untuk mengetahui berapa besar potensi yang riil atau wajar, tingkat keefektifan dan efisiensi. Peningkatan retibusi yang memiliki potensi yang baik akan meningkatkan pula pendapatan asli daerah. Devas, dkk (1989 : 46) mengungkapkan bahwa pemerintah daerah sangat tergantung dari pemerintah pusat. 

Retribusi Izin Mendirikan Bangunan adalah pembayaran atas pemberian ijin mendirikan bangunan termasuk mengubah/membongkar bangunan oleh Pemerintah kepada orang pribadi atau badan. Sebagai ganti atas jasa pemerintah yang sudah menerbitkan ijin mendirikan bangunan, orang pribadi atau badan yang mengajukannya perlu membayar retribusi. Retribusi ini secara umum berbeda-beda di tiap daerah dan biasanya dihitung berdasarkan luas bangunan yang akan didirikan. Retribusi ini juga dimaksudkan sebagai pemasukan daerah. 

Syarat-syarat untuk dapat diberikannya ijin mendirikan bangunan kepada pemohon adalah : 
1. Bangunan yang didirikan harus sesuai peruntukan dengan Rencana Tata Ruang. 
2. Luas bangunan harus sesuai dengan ketentuan BCR (Building Coverage Ratio), yaitu perbandingan antara luas bangunan (tutupan yang tidak resap air) dengan total luas resapan lahan. Untuk wilayah perkotaan besarnya BCR antara 30%-60%. 
3. Garis Sempadan Bangunan (GSB) yaitu jarak ruas jalan dengan bangunan terluar 
a. Jalan Primer (propinsi): 25 m; 
b. Jalan Sekunder (kabupaten): 13m; 
c. Jalan Tersier (penghubung): 13m; 
d. Jalan Lokal: 8m. 

4. Ketinggian bangunan tidak melebihi aturan yang telah ditentukan berdasarkan ketentuan tata ruang kecuali telah dilakukan pengkajian teknik terlebih dahulu atau izin khusus. 


Persepsi/pandangan Masyarakat Tentang ijin Mendirikan Bangunan 
Persepsi adalah suatu proses pengenalan atau identifikasi sesuatu dengan menggunakan panca indera (Dreverdalam Sasanti, 2003). Kesan yang diterima individu sangat tergantung pada seluruh pengalaman yang telah diperoleh melalui proses berpikir dan belajar, serta dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam diri individu. Sabri (1993) mendefinisikan persepsi sebagai aktivitas yang memungkinkan manusia mengendalikan rangsangan-rangsangan yang sampai kepadanya melalui alat inderanya, menjadikannya kemampuan itulah dimungkinkan individu mengenali lingkungan pergaulan dalam hidupnya. 

Mar’at (1981) mengatakan bahwa persepsi adalah suatu proses pengamatan seseorang yang berasal dari suatu kognisi secara terus menerus dan dipengaruhi oleh informasi baru dari lingkungannya. Riggio (1990) juga mendefinisikan persepsi sebagai proses kognitif baik lewat penginderaan, pandangan, penciuman dan perasaan yang kemudian ditafsirkan. 

Mar'at (Aryanti, 1995) mengemukakan bahwa persepsi di pengaruhi oleh faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala, dan pengetahuan terhadap objek psikologis. Rahmat (dalam Aryanti, 1995) mengemukakan bahwa persepsi juga ditentukan juga oleh faktor fungsional dan struktural. Beberapa faktor fungsional atau faktor yang bersifat personal antara kebutuhan individu, pengalaman, usia, masa lalu, kepribadian, jenis kelamin, dan lain-lain yang bersifat subyektif. Faktor struktural atau faktor dari luar individu antara lain: lingkungan keluarga, hukum-hukum yang berlaku, dan nilai¬nilai dalam masyarakat. 

Menurut Ridwan (2009:163) ada beberapa kendala yang dikeluhkan oleh masyarakat yang ingin mengurus perizinan yaitu : 

a. Biaya perizinan 
Biaya pengurusan izin sangat memberatkan bagi pelaku usaha kecil. Besarnya biaya perizinan seringkali tidak transparan. 

Penyebab besarnya biaya disebabkan karena pemohon tidak mengetahui besar biaya resmi untuk pengurusan izin, dan karena adanya pungutan liar. 

b. Waktu 
Waktu diperlukan mengurus izin relatif lama karena prosesnya yang berbelit. 

Tidak adanya kejelasan kapan izin diselesaikan. 

Proses perizinan tergantung pada pola birokrasi setempat. 

c. Persyaratan 
Persyaratan yang sama dan diminta secara berulang-ulang untuk berbagai jenis izin. 

Persayaratan yang ditetapkan seringkali sulit untuk diperoleh. 

Informasi yang dibutuhkan tidak tersedia dan terdapat beberapa persyaratan yang tidak dapat dipenuhi khususnya oleh para pengusaha kecil. 


Ijin mendirikan bangunan disusun sebagai standar penyesuaian bangunan dengan lingkungan sekitarnya. Mendirikan bangunan rumah/toko dengan terencana akan menjamin kondisi lingkungan yang menjamin segala aktivitas. Rumah merupakan kebutuhan yang sangat krusial bagi manusia, sedangkan toko merupakan bangunan untuk melakukan kegiatan berbagai jenis barang yang dibutuhkan masyarakat. Pada dasarnya, setiap pengakuan hak oleh seseorang terhadap suatu bangunan harus didasarkan bukti yang kuat dan sah menurut hukum. Tanpa bukti tertulis, suatu pengakuan di hadapan hukum mengenai objek hukum tersebut menjadi tidak sah. Sehingga dengan adanya sertifikat ijin mendirikan bangunan akan memberikan kepastian 


berarti biaya yang wajar dan dapat diverifikasi. Kepastian waktu merupakan elemen penting lainnya yang diharapkan masyarakat dari pemerintah. Kepastian tersebut mencakup lamanya waktu yang dibutuhkan untuk proses pengurusan serta kapan izin dapat dikeluarkan. Lamanya pengurusan izin seharusnya diketahui oleh para pemohon sehingga bermanfaat bagi proses perencanaan dan penjadwalan mereka, dan pemerintah sebagai penyedia pelayanan harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat ini. Masyarakat tentu saja berharap bahwa lamanya proses pengurusan izin tidak berlarut-larut. 

0 komentar:

 

Copyright © ILMU KAULA Design by O Pregador | Powered by Blogger