Peranan Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah mundur ketika pusat kekuasaannya
pindah dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Ada beberapa pendapat mengenai pemindahan
pusat kerajaan ini. Pendapat lama mengatakan bahwa pemindahan pusat kerajaan ini
sehubungan dengan adanya bencana alam berupa banjir atau gunung meletus atau adanya
wabah penyakit. Namun, pendapat ini tidak dapat dibuktikan sebab tidak didukung oleh
bukti-bukti sejarah. Pendapat lain menyebutkan bahwa rakyat menyingkir ke Jawa Timur
akibat adanya paksaan terhadap para penganut Hindu untuk membangun candi Buddha.
Pendapat baru menyebutkan dua faktor berikut.
a. Keadaan alam bumi Mataram yang tertutup secara alamiah berakibat negara ini sulit
berkembang. Sementara, keadaan alam Jawa Timur lebih terbuka untuk perdagangan
luar, tidak ada pegunungan atau gunung yang merintangi, bahkan didukung adanya
Sungai Bengawan Solo dan Brantas yang memperlancar lalu lintas dari pedalaman ke
pantai. Apalagi, alam Jawa Timur belum banyak diusahakan sehingga tanahnya lebih
subur dibandingkan dengan tanah di Jawa Tengah.
b. Dari segi politik, ada kebutuhan untuk mewaspadai ancaman Sriwijaya, terutama
karena Sriwijaya pada saat itu dikuasai dinasti Syailendra. Sebagai antisipasinya, pusat
kerajaan perlu dijauhkan dari tekanan Sriwijaya. Ketika Sriwijaya sungguh-sungguh
menyerang pada pertengahan abad ke-10, Mpu Sindok dapat mematahkannya. Tetapi,
serangan Sriwijaya berikutnya dibantu Raja Wurawari pada tahun 1017 menghancurkan
Mataram yang saat itu dipimpin Dharmawangsa. Kerajaan Mataram yang kedua
berdiri kembali di Jawa Tengah pada abad ke-16, kali ini telah beragama Islam.
0 komentar:
Post a Comment