Kerajaan Sriwijaya mundur sejak abad ke-10 disebabkan oleh faktor-faktor berikut.
a. Perubahan keadaan alam di sekitar Palembang. Sungai Musi, Ogan Komering, dan
sejumlah anak sungai lainnya membawa lumpur yang diendapkan di sekitar Palembang
sehingga posisinya menjauh dari laut dan perahu sulit merapat.
b. Letak Palembang yang makin jauh dari laut menyebabkan daerah itu kurang strategis
lagi kedudukannya sebagai pusat perdagangan nasional maupun internasional. Sementara
itu, terbukanya Selat Berhala antara Pulau Bangka dan Kepulauan Singkep dapat
menyingkatkan jalur perdagangan internasional sehingga Jambi lebih strategis daripada
Palembang.
c. Dalam bidang politik, Sriwijaya hanya memiliki angkatan laut yang diandalkan. Setelah
kekuasaan di Jawa Timur berkembang pada masa Airlangga, Sriwijaya terpaksa
mengakui Jawa Timur sebagai pemegang hegemoni di Indonesia bagian timur dan
Sriwijaya di bagian barat.
d. Adanya serangan militer atas Sriwijaya. Serangan pertama dilakukan oleh Teguh
Dharmawangsa terhadap wilayah selatan Sriwijaya (992) hingga menyebabkan utusan
yang dikirim ke Cina tidak berani kembali. Serangan kedua dilakukan oleh Colamandala
atas Semenanjung Malaya pada tahun 1017 kemudian atas pusat Sriwijaya pada tahun
1023 – 1030. Dalam serangan ini, Raja Sriwijaya ditawan dan dibawa ke India. Ketika
Kertanegara bertakhta di Singasari juga ada usaha penyerangan terhadap Sriwijaya,
namun baru sebatas usaha mengurung Sriwijaya dengan pendudukan atas wilayah
Melayu. Akhir dari Kerajaan Sriwijaya adalah pendudukan oleh Majapahit dalam
usaha menciptakan kesatuan Nusantara (1377).
Berita Cina dari zaman dinasti Tang menyebutkan bahwa pada abad ke-7, di Kanton
dan Sumatra sudah ada orang muslim. Hal ini berkaitan dengan perkembangan perdagangan
dan pelayaran yang bersifat internasional antara negara-negara Asia Barat dan Asia
Timur, yaitu antara Kerajaan Islam Bani Umayyah, kerajaan Cina dinasti Tang, dan
Kerajaan Sriwijaya.
Pada abad ke-7 sampai ke-12 Masehi, Kerajaan Sriwijaya memang memegang
peranan penting di bidang ekonomi dan perdagangan untuk daerah Asia Tenggara. Namun
pada abad ke-12, peranan tersebut mulai menunjukkan kemunduran. Bukti mengenai
kemunduran ekonomi dan perdagangan Sriwijaya dapat diketahui dari berita Chou Ku-Fei
tahun 1178. Berita tersebut menyatakan bahwa harga barang-barang dari Sriwijaya mahal
karena rupanya tidak lagi menghasilkan hasil-hasil alamnya. Untuk mencegah kemunduran
ekonomi dan perdagangan, Kerajaan Sriwijaya kemudian membuat peraturan cukai yang
lebih berat bagi kapal dagang yang singgah ke daerah pelabuhannya.
Kemunduran Sriwijaya di bidang perdagangan dan politik dipercepat oleh usahausaha
Kerajaan Singasari untuk memperkecil kekuasaan Sriwijaya dengan mengadakan
ekspedisi Pamalayu pada tahun 1275. Usaha tersebut dimanfaatkan oleh daerah-daerah
lain untuk melepaskan diri dari kekuasaan Sriwijaya. Sejalan dengan itu para pedagang
muslim (mungkin disertai para mubalignya pula) mempergunakan kesempatan ini untuk
memperoleh keuntungan dari perdagangan dan politik. Mereka mendukung daerah-daerah
yang melepaskan diri tersebut dan memunculkan kekuatan-kekuatan baru berupa kerajaankerajaan
bercorak Islam, seperti Samudra Pasai yang terletak di pesisir timur laut Aceh,
termasuk Kabupaten Aceh Utara dekat Lhokseumawe.
0 komentar:
Post a Comment