Setelah tanam paksa dihapuskan, pemerintah Belanda melaksanakan politik
kolonial liberal di Indonesia dengan memberikan kebebasan pada pengusaha swasta
untuk menanamkan modal di Indonesia. Namun, pelaksanaannya tetap menyengsarakan
rakyat karena kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan semata-mata untuk kepentingan
kolonial Belanda. Belanda tetap melaksanakan cara-cara menguasai bangsa Indonesia
dengan perjanjian, perang, dan pemecah belah.
Pelaksanaan politik kolonial liberal sering disebut Politik Pintu Terbuka (Opendeur
Politiek), yaitu membuka modal swasta asing untuk ditanamkan di Indonesia. Dengan
politik tersebut, Indonesia sebagai tempat untuk mendapatkan bahan mentah,
mendapatkan tenaga yang murah, tempat pemasaran barang produk Eropa serta tempat
penanaman modal asing. Modal swasta Belanda serta modal bangsa Barat lainnya
masuk ke Indonesia dan ditanamkan ke dalam pertanian dan perkebunan sehingga
perkebunan tebu dan tembakau berkembang pesat.
Pembukaan daerah perkebunan di luar Jawa seperti di Sumatra menjadi semakin
luas, sehingga membutuhkan tenaga kerja yang banyak. Oleh karena itu, muncullah
sistem kontrak (kuli kontrak). Untuk menjamin agar para kuli tidak melarikan diri
sebelum habis kontraknya, dikeluarkanlah peraturan Koeli Ordonnantie yang berisi
ancaman hukuman bagi para pekerja perkebunan yang melanggar ketentuan.
Pelaksanaan politik kolonial liberal ternyata banyak mendatangkan penderitaan
bagi rakyat terutama buruh sebab upah yang mereka terima tidak seperti yang tertera
dalam kontrak. Akibatnya, banyak buruh yang melarikan diri, terutama dari Deli,
Sumatra Utara.
Dari kenyataan di atas jelas Belanda tetap masih melaksanakan usaha menindas
bangsa Indonesia. Hal ini dapat kita lihat pada hal-hal berikut.
1) Kegiatan ekonomi baik perdagangan atau perkebunan tetap dimonopoli Belanda
walaupun dilaksanakan oleh kaum swasta Belanda sehingga tetap membawa
kesengsaraan rakyat Indonesia.
2) Belanda melaksanakan politik mencari untung sendiri dengan mendirikan kongsi
angkatan laut Belanda (KLM) dan angkatan udara (KPM).
3) Lewat perjanjian dan perang untuk menindas segala bentuk perlawanan terhadap
Belanda.
4) Banyak campur tangan di kalangan istana agar mudah memengaruhi para penguasa
kerajaan.
Selanjutnya pada awal abad ke-20,
dari pihak Belanda mulai muncul sikap
agak lunak, bahkan pada tahun 1918,
Van Limburg Stirum memberikan "Janji
November" yang isinya bahwa setelah
Perang Dunia I, Indonesia akan diberi
kemerdekaan. Untuk itu lalu dibentuk
Volksraad (Dewan Rakyat) yang merupakan
alat keikutsertaan bangsa Indonesia
dalam menentukan nasibnya.
0 komentar:
Post a Comment