Matahari berperan sebagai sumber utama energi dan merupakan penggerak atmosfer bumi. Di dalam inti matahari terjadi reaksi nuklir (fusi) yang mengubah 4 atom hidrogen menjadi 1 atom helium. Reaksi fusi tersebut selain menghasilkan atom helium, juga menghasilkan energi dalam jumlah yang melimpah, yang dipancarkan keluar melewati bagian-bagian matahari yaitu zona radiatif, zona konvektif, serta bagian atmosfer matahari yang terdiri dari fotosfer, kromosfer dan korona.
Bagian terluar matahari yaitu korona mempunyai suhu mencapai jutaan Kelvin. Tingginya temperatur tersebut menyebabkan materi yang berada pada bagian korona mempunyai energi kinetik yang besar. Tarikan gravitasi matahari tidak cukup kuat untuk mempertahankan materi tersebut sehingga secara terus menerus partikel bermuatan yang berasal dari korona akan lepas ke luar angkasa. Lepasnya materi bermuatan yang sebagian besar terdiri dari elektron dan proton tersebut dinamakan angin matahari.
Aktivitas matahari dapat mengubah radiasi dan partikel yang keluar dari matahari yang berakibat pada perubahan di lingkungan bumi. Aktivitas matahari yang dimaksud antara lain bintik matahari (sunspot), ledakan matahari (solar flare), prominensa dan lontaran massa korona (Coronal Mass Ejection).
Matahari memiliki siklus keaktifan setiap 11 tahun sekali. Siklus ini berkaitan dengan pembalikan kutub magnetik di permukaan matahari. Ketika keaktifan matahari mencapai maksimum, akan teramati jumlah bintik matahari paling banyak di permukaan matahari. Pada puncak aktivitas matahari tersebut, angin matahari berhembus lebih kencang daripada biasanya dan partikel – partikel yang dipancarkan juga bergerak dengan energi yang lebih besar.
Peristiwa ledakan matahari dan lontaran massa korona dalam skala besar juga lebih dimungkinkan untuk terjadi selama matahari mencapai puncak aktivitasnya. Dengan kata lain, saat keaktifan matahari mencapai maksimum, bumi akan lebih banyak dipapar oleh partikel-partikel bermuatan tinggi dan radiasi elektromagnetik energi tinggi. Peristiwa inilah yang disebut dengan badai matahari.
Partikel bermuatan dengan energi tinggi yang mencapai bumi akan diarahkan oleh medan magnetik bumi agar bergerak sesuai dengan garis-garis medan magnetik bumi yaitu menuju ke arah kutub utara dan kutub selatan. Partikel – partikel berenergi besar saat menumbuk molekul-molekul di atmosfer menyebabkan molekul udara terionisasi dan menghasilkan spektrum cahaya warna-warni di langit yang dikenal dengan nama aurora, yang dapat diamati dari posisi lintang tinggi di sekitar kutub magnetik bumi.
Selain aurora, badai matahari juga dapat membawa dampak yang berbahaya untuk kehidupan di bumi. Dampak yang dimaksud antara lain gangguan jaringan listrik karena transformator akan kelebihan muatan, gangguan telekomunikasi (merusak satelit), gangguan navigasi dan menyebabkan korosi pada jaringan pipa bawah tanah. Peristiwa gangguan besar yang disebabkan oleh badai matahari, yang paling terkenal adalah peristiwa tahun 1859, peristiwa yang dikenal dengan nama Carrington event. Saat itu jaringan telegraf seluruh Amerika dan Eropa mati total. Aurora yang biasanya hanya bisa diamati di lintang tinggi, saat itu bahkan bisa diamati sampai di equator.
Dampak Badai Matahari Terhadap Satelit
Di era modern seperti saat ini, teknologi berbasis satelit memegang peranan penting dalam sistem komunikasi dunia. Dapat dikatakan bahwa kehidupan manusia saat ini sangat bergantung pada satelit. Oleh karena itu, jika terjadi kerusakan pada satelit maka sistem komunikasi akan terganggu hingga menimbulkan kekacauan pada berbagai aspek kehidupan manusia.
Sebagaimana benda angkasa lainnya, satelit juga dapat mengalami kerusakan jika terjadi perubahan cuaca antariksa sebagai dampak dari aktivitas matahari, termasuk badai matahari. Kerusakan dapat terjadi pada badan satelit maupun sistem operasi satelit. Partikel berenergi tinggi yang berasal dari solar proton event (SPE) dapat menembus dinding satelit kemudian mengganggu sinyal elektronik pada rangkaian listrik hingga terjadi kesalahan informasi dan instruksi yang tersimpan dalam memori komputer satelit bahkan hilangnya memori pada sistem satelit.
Kerusakan tersebut dapat diperbaiki dengan me-reboot sistem komputer. Namun, sebagian kerusakan tidak dapat diperbaiki dan bertambah parah sehingga akan berakibat fatal. Partikel bermuatan dengan energi lebih rendah dapat menyebabkan pemuatan pada permukaan badan satelit. Tenaga yang digunakan oleh satelit untuk beroperasi berasal dari energi sinar matahari yang ditangkap oleh susunan panel surya. Proton berenergi tinggi yang berasal dari SPE dan CME dapat menyebabkan kerusakan pada sel surya karena atom silikon dapat berubah posisi sehingga menghasilkan kerusakan kristal.
Kerusakan ini meningkatkan hambatan sel surya terhadap arus listrik yang mengakibatkan penurunan efisiensi sel surya. Salah satu sistem satelit yang sensitif terhadap kerusakan akibat badai matahari adalah sistem kendali letak (Attitude Control System) yang berfungsi untuk menjaga arah satelit. Jika sistem ini rusak, satelit akan kehilangan arah dan dapat keluar dari orbitnya hingga masuk kembali ke atmosfer bumi kemudian terbakar
Dampak pada Lapisan Ionosfer
Ionosfer merupakan daerah di atmosfer bumi yang berada pada ketinggian 60 km sampai 1000 km di atas permukaan bumi, dimana di dalam lapisan ionosfer terdapat partikel – partikel bermuatan yang mengalami ionisasi oleh radiasi sinar ultraviolet dan sinar – X yang dipancarkan oleh matahari. Ionosfer berperan penting dalam teknologi komunikasi sebagai media perambatan sinyal satelit menuju ke receiver di bumi serta sebagai pemantul gelombang radio high frequency (HF).
Kondisi lapisan ionosfer yang bergantung pada radiasi matahari menjadikan lapisan ionosfer berperan sebagai indikator terhadap perubahan aktivitas matahari, misalnya flare dan CME. Aktivitas matahari tersebut dapat menyebabkan peningkatan foton maupun partikel bermuatan yang mencapai lapisan ionosfer sehingga menyebabkan peningkatan ionisasi secara tiba – tiba yang biasa disebut dengan Sudden Ionospheric Disturbances (SID).
Peristiwa SID pada umumnya disebabkan oleh flare kelas M dan X. Dalam waktu kurang lebih 8 menit, sinar X dari peristiwa flare telah mampu mencapai lapisan D ionosfer sehingga menyebabkan peningkatan proses ionisasi di lapisan tersebut yang berakibat pada meningkatnya kerapatan elektron. Akibatnya, akan terjadi banyak penyerapan energi gelombang radio di lapisan D yang disebut dengan short wave fadeout (SWF). Jika terlalu banyak energi yang diserap di lapisan ini maka gelombang radio tidak akan mampu mencapai lapisan E atau F sehingga gelombang radio tidak dapat dipantulkan dan menyebabkan terputusnya komunikasi. Selain radiasi tingkat tinggi, aliran partikel bermuatan berupa proton pada peristiwa SPE juga mampu meningkatkan absorbsi di lapisan D ionosfer. Akan tetapi, gangguan akibat SPE ini hanya terjadi di daerah polar cap, yaitu daerah sekitar 20º dari kutub dan kejadiannya disebut polar cap absorption event (PCA) (Tim LAPAN, 2010).
Dampak Badai Matahari Terhadap Sistem Navigasi
Salah satu sistem navigasi yang saat ini banyak digunakan adalah GPS (Global Positioning System). GPS merupakan satu sistem yang dibangun untuk menentukan posisi suatu benda di permukaan bumi berdasarkan koordinat keruangannya yang meliputi posisi lintang, bujur dan ketinggiannya. Selain posisi, GPS juga dapat digunakan untuk menentukan kecepatan, arah dan waktu. Suatu benda yang memiliki perangkat GPS maka posisi dan perpindahannya dapat terus dideteksi kapan saja dan dimana saja.
Pada dasarnya GPS terdiri dari tiga segmen utama, yaitu segmen angkasa (space segment) yang terdiri dari satelit-satelit GPS, segmen sistem kontrol (control system segment) yang terdiri dari stasiun – stasiun pemonitor dan pengontrol satelit, dan segmen pemakai (user segment) yang terdiri dari alat penerima dan pengolah sinyal dan data GPS. Teknologi GPS memerlukan 24 satelit buatan yang terdiri dari 21 satelit aktif dan 3 buah satelit cadangan. Ada 6 bidang orbit yang masing – masing berjarak 60º dimana masing – masing terdapat 4 SV (space vehicle).
Melalui susunan seperti ini, semua titik di permukaan bumi dapat dipantau oleh 5 – 8 SV sehingga mampu menyediakan data dan informasi yang sangat akurat. Susunan satelit ini mengelilingi bumi setiap 12 jam dan memancarkan sinyal radio membawa sinyal informasi navigasi serta data status satelit. Sinyal yang dikirim oleh satelit GPS ini dikirim menuju receiver GPS di permukaan bumi melewati lapisan ionosfer di atmosfer bumi. Oleh karena itu, perambatan sinyal GPS ini dipengaruhi oleh kondisi ionosfer.
Badai matahari menyebabkan kondisi ionosfer berubah secara tiba – tiba. Flare dan CME dalam skala besar akan mengakibatkan peningkatan ionisasi di ionosfer sehingga kerapatan elektron di lapisan – lapisan ionosfer ikut meningkat. Jika kerapatan elektron meningkat, sinyal yang dikirim oleh satelit akan tidak dapat diteruskan dengan baik, tetapi menjadi baur dan acak.
Hal tersebut menimbulkan penundaan sinyal satelit dan mempengaruhi akurasi informasi yang diterima oleh receiver di bumi. Gangguan perambatan sinyal satelit akibat berubahnya kerapatan lapisan ionosfer merupakan peristiwa sintilasi ionosfer. Sintilasi adalah gejala menurunnya intensitas gelombang radio setelah melalui ionosfer, berupa fluktuasi amplitudo dan fasa yang cepat, akibat ketidakteraturan lapisan ionosfer (S. Ekawati, 2008).
Sumber : Makalah seminar Fisika Emi Rafiah
Pembahasan lebih lengkapnya bisa kalian lihat dalam makalah yang bisa kalian Download Disini
0 komentar:
Post a Comment