Definisi Pajak
Pajak merupakan iuran yang harus dibayarkan oleh setiap penduduk di Indonesia untuk negaranya dalam rangka pembangunan negara. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan "pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang."
Adapun pengertian pajak menurut beberapa ahli :
Menurut Prof Dr Adriani, pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan, yang terutang oleh wajib pajak membayarnya menurut peraturan derngan tidak mendapat imbalan kembali yang dapat ditunjuk secara langsung.
Menurut Prof. DR. Rachmat Sumitro,SH, pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari kas rakyat ke sector pemerintah berdasarkan undang-undang) dapat dipaksakan dengan tiada mendapat jasa timbal balik yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.
Sedangkan menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R, pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.
Dari berbagai pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ada beberapa unsur yang tidak dapat dipisahkan dari pengertian pajak tersebut, yaitu:
a. Pajak dipungut berdasarkan undang – undang beserta aturan pelaksanaannya.
b. Pajak memiliki sifat dapat dipaksakan, hal ini berarti jika terdapat pelanggaran atas aturan perpajakan dapat dikenakan sanksi.
c. Dalam pembayaran Pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi secara langsung oleh pemerintah
d. Pajak dipungut oleh pemerintah, baik pemerintah pusat, maupun oleh pemerintah daerah. Pajak tidak dapat dipungut oleh pihak lain diluar pemerintah yang berorientasi kepada keuntungan.
e. Pajak yang dipungut dari masyarakat digunakan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.
Fungsi Pajak
Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak.
Fungsi mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efesien.
Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat
Pajak Penghasilan.
Pajak Penghasilan diatur dalam Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Kemudian pemerintah mengubah lagi menjadi Undang-Undang no 36 Tahun 2008.
Pajak penghasilan adalah pajak yang dibebankan pada penghasilan perorangan, perusahaan atau badan hukum lainnya yang diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak. Pajak penghasilan bisa diberlakukan tarif progresif, proporsional, atau regresif.
Subyek Pajak Penghasilan
Menurut UU PPh nomor 7 tahun 2000 pasal 2, yang menjadi subjek PPh adalah orang pribadi; warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak; badan; dan bentuk usaha tetap (BUT). Subjek Pajak terdiri dari:
a. Subjek Pajak Dalam Negeri
i. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
ii. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, meliputi Perseroan Terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya termasuk reksadana.
iii. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
b. Subjek Pajak Luar Negeri.
i. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia;
ii. Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh panghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau;
iii. melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
Obyek Pajak Penghasilan
Menurut UU PPh no. 7 tahun 2000 pasal 4, yang menjadi objek Pajak Penghasilan adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP), baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk :
a.penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang Pajak Penghasilan;
b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan;
c. laba usaha;
d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
i. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan,dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
ii. keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota;
iii. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan atau pengambilalihan usaha;
iv. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak pihak yang bersangkutan;
e.penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya;
f. bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
g. dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
h. royalti;
i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
l. keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;
m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
n. premi asuransi;
o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari WP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak
Pengecualian Obyek Pajak Penghasilan
a. Bantuan atau sumbangan termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak.
Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, epanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak- pihak ybs;
b. Warisan;
c. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
d. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah;
e. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa;
f. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP Dalam Negeri, koperasi, BUMN atau BUMD dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
- dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
- bagi perseroan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut;
g. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan , baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
h. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang- bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
i. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi;
j. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksa dana selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha;
k. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura.
Tarif Pajak Penghasilan.
Pajak progresif adalah tarif pemungutan pajak dengan persentase yang naik dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, dan kenaikan persentase untuk setiap jumlah tertentu setiap kali naik.
Tarif Degresif (Menurun) adalah tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin kecil bila jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak semakin besar.
Tarif Proporsional adalah tarif pajak yang menggunakan persentase tetap tanpa memperhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak.
Tarif Tetap adalah tarif pemungutan pajak yang besar nominalnya tetap tanpa memperhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak.
Tarif Pajak Setelah Tahun 2009
Untuk Tahun 2009, berlaku efektif sejak 1 Januari 2009 wajib Pajak Badan dikenakan Tarif tunggal sebesar 30% yang kemudian diturunkan menjadi 28%, dan nantinya akan menjadi 25% pada tahun 2010. Untuk WP Badan Masuk Bursa diberikan tarif 5% lebih rendah dari tarif yang berlaku.
Pajak Penghasilan Pasal 25
1. Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan:
a) Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; dan
b) Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24. dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
2. Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu.
3. Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak untuk tahun pajak yang lalu, maka besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan surat ketetapan pajak tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan surat ketetapan pajak.
4. Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, yaitu:
a) Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian;
b) Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur;
c) Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan;
d) Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan;
e) Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan;
f) terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.
5. Penghitungan besarnya angsuran pajak bagi Wajib Pajak baru, bank, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Wajib Pajak tertentu lainnya termasuk Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.
6. Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang bertolak ke luar negeri wajib membayar pajak yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
7. Pajak yang telah dibayar sendiri dalam tahun berjalan oleh Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu merupakan pelunasan pajak yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan, kecuali apabila Wajib Pajak yang bersangkutan menerima atau memperoleh penghasilan lain yang tidak dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final menurut Undang-undang ini.
Pajak Penghasilan Pasal 29
Pajak penghasilan (pph) pasal 29 adalah mengenai kredit pajak, pelunasan kekurangan pembayaran pajak, surat pemberitahuan tahunan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang disebutkan bahwa apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar dari pada jumlah kredit pajak, maka kekurangan pajak yang terutang harus dilunasi selambat-lambatnya pada akhir bulan ketiga sesudah tahun pajak yang bersangkutan berakhir, sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan disampaikan..
Perencanaan Pajak
Perencanaan pajak (tax planning) merujuk kepada proses merekayasa usaha dan transaksi Wajib Pajak agar utang pajak berada dalam jumlah yang minimal, tetapi masih dalam bingkai peraturan perpajakan. Namun demikian, perencanaan pajak juga dapat diartikan sebagai perencanaan pemenuhan kewajiban perpajakan secara lengkap, benar, dan tepat waktu sehingga dapat secara optimal menghindari pemborosan sumber daya.
Aspek Formal Dalam Perencanaan Pajak
a. Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP) dan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP);
b. Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan;
c. Memotong dan/atau memungut pajak;
d. Membayar pajak;
e. Menyampaikan Surat Pemberitahuan.
Aspek Material Dalam Perencanaan Pajak
Basis penghitungan pajak adalah objek pajak. Dalam rangka optimalisasi alokasi sumber dana, manajemen akan merencanakan pembayaran pajak yang tidak lebih dan tidak kurang. Untuk itu, objek pajak harus dilaporkan secara benar dan lengkap.
Tujuan Dilakukan Perencanaan Pajak
Menurut Lumbatoruan (2000;483), fungsi perencanaan pajak adalah Secara teoritis perencanaan pajak adalah bagian dari manajemen pajak. Perencanaan pajak disini tidak sama dengan perencanaan yang merugikan penerimaan negara. Tujuan manajemen pajak dasarnya serupa dengan tujuan manajemen keuangan yaitu sama-sama bertujuan untuk memperoleh likuiditas dan laba yang cukup.
Lebih lanjut, Sophar Lumbantoruan (2000;483) menjelaskan tujuan dan fungsi perencanaan yaitu melakukan kewajiban perpajakan, dan usaha efisiensi
Strategi Umum Perencanaan Pajak
Tax Avoidance
Tax Avoidance atau penghindaran pajak adalah suatu usaha transaksi yang ditujukan untuk meminimalkan biaya pajak dengan memanfaatkan kelemahan – kelemahan ketentuan perpajakan suatu Negara. Dengan demikian, usaha tersebut dilakukan secara legal karena tidak melanggar ketentuan pajak.
Tax Evasion
Tax Evasion atau penggelapan pajak adalah suatu usaha untuk meringankan biaya pajaknya dengan memanipulasi penghasilan yang diperolehnya secara illegal atau melanggar ketentuan hokum perpajakan yang berlaku.
Tax Saving
Tax saving merupakan upaya efisiensi beban pajak melalui pemilihan alternatif pengenaan pajak dengan tarif yang lebih rendah. Misalnya, perusahaan yang memiliki penghasilan kena pajak lebih dari Rp. 100 juta dapat melakukan perubahan pemberian natura kepada karyawan m e n j a d i t u n j a n g a n d a l a m bent uk uang. Penghe ma tan paja k at as perubahan ini berkisar antara 5%-25% untuk penghasilan karyawan sampai dengan Rp. 200 juta.
Menunda pembayaran kewajiban pajak
Menunda pembayaran kewajiban pajak tanpa melanggar peraturan yang berlaku dapat dilakukan melalui penundaan pembayaran PPN. Penundaan ini dilakukan dengan menunda penerbitan faktur pajak keluaran hingga batas waktu yang diperkenankan, khususnya untuk penjualan kredit. Dalam hal ini, penjual dapat menerbitkan faktur pajak pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan barang.
Mengoptimalkan kredit pajak yang diperkenankan
Wajib Pajak sering kurang memperoleh informasi mengenai pembayaran pajak yang dapat dikreditkan yang merupakan pajak dibayar dimuka. Misalnya, PPh Pasal 22 atas pembelian solar dan/atau impor dan Fiskal Luar Negeri atas perjalanan dinas pegawai.
Tax Treaty
Tax treaty atau yang lebih dikenal dengan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) adalah perjanjian perpajakan antara dua negara yang dibuat dalam rangka meminimalisir pemajakan berganda dan berbagai usaha penghindaran pajak. Perjanjian ini digunakan oleh penduduk dua negara untuk menentukan aspek perpajakan yang timbul dari suatu transaksi di antara mereka. Penentuan aspek perpajakan tersebut dilakukan berdasarkan klausul-klausul yang terdapat dalam tax treaty yang bersangkutan sesuai jenis transaksi yang sedang dihadapi.
Tahapan Dalam Perencanaan Pajak
a. Menganalisis informasi yang ada (analyzing the existing data base)
b. Mem buat satu atau lebih m ode l kem ungkinan jum l ah pajak (designing one or more possible tax plans)
c. Mengevaluasi pelaksanaan perencanaan pajak (evaluating a tax plan)
d. Mencari kelemahan dan memperbaiki kembali rencana pajak (debugging the tax plans)
e. Memutakhirkan rencana pajak (updating the tax plan)
Perencanaan Pajak untuk Pajak Penghasilan (PPh)
Laba Akuntansi Kaitannya dengan Penghasilan Kena Pajak
Dalam akuntansi terdapat masalah yang timbul jika berkaitan dengan pajak penghasilan. Masalah masalah tersebut timbul dalam standar atau aturan yang digunakan dalam pelaporan akuntansi dengan pelaporan pajak seringkali tidak sama atau saling bertentangan. Perbedaan tersebut harus dilakukan rekonsiliasi fiskal, sehingga nantinya dapat diketahui penghasilan kena pajak perusahaan.
Akuntansi di Indonesia dibuat peraturan untuk perlakuan akuntansi untuk pajak penghasilan, yang tertuang dalam PSAK 46 yang mengatur:
a. Mempertanggungjawabkan konsekuensi pajak pada periode berjalan dan periode mendatang untuk hal – hal sebagai berikut:
i. Pemulihan Nilai catat aktiva dan pelunasan nilai catat kewajiban yang disajikan dalam neraca.
ii. Transaksi atau kejadian lain dalam periode berjalan yang diakui dan disajikan dalam laporan komersial perusahaan.
b. Pengakuan aktiva pajak tangguhan yang berasal dari sisa kerugian yang belum dikompensasikan, penyajian pajak penghasilan di dalam laporan keuangan komersial dan pengungkapan informasi yang berhubungan dengan pajak penghasilan.
Biaya yang Boleh Dikurangkan dari Penghasilan Bruto
Didalam pajak, terdapat biaya yang dapat dikurangkan untuk mengurangi biaya pajak yang terutang yang biasa dikenal dengan biaya fiskal. Menurut Undang – Undang PPh no 17 tahun 2000, pasal 6 ayat (1), yang termasuk biaya fiskal yaitu:
a. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali pajak penghasilan.
b. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun.
c. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;
d. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;
e. kerugian dari selisih kurs mata uang asing;
f. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;
g. biaya bea siswa, magang, dan pelatihan;
h. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat :
i. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
ii. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan;
iii. telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; dan
iv. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak, yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana yang telah disebutkan tadi masih didapat kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut- turut sampai dengan 5 (lima) tahun. Kepada orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri diberikan pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak
Biaya yang Tidak Boleh Dikurangkan dari Penghasilan Bruto
Biaya yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, menurut Undang – Undang no 17 tahun 2000, pasal 9 ayat (1) yaitu :
a. pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
b. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota;
c. pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dan syarat- syaratnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
d. premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan;
e. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
f. jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;
g. harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan atau Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah;
h. Pajak Penghasilan;
i. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya;
j. gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham;
k. sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Sanksi Perpajakan
Tata cara pengenaan pajak dan sanksi-sanksi berkenaan dengan pelaksanaan Undang-undang ini dilakukan sesuai dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000.
Pelaporan dan Pembayaran Pajak Penghasilan
Tata cara pelaporan dan pembayaran pajak dilakukan sesuai dengan Undang- undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000.
Untuk pelaporan, sebagaimana telah ditentukan dengan Undang – Undang no 16 tahun 2000, pasal 3 ayat (3) yang berisi tentang Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah :
a. untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak;
b. untuk Surat Pemberitahuan Tahunan, paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak.
Untuk Pembayaran dan penyetoran pajak juga diatur dalam Undang – Undang no 16 tahun 2000, pasal 9 ayat (1) yang isinya mengenai “Menteri Keuangan menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak bagi masing-masing jenis pajak, paling lambat 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau Masa Pajak berakhir”
Pasal 10 ayat (1) dan (2) juga mengatur tentang tatacara pembayaran dan penyetoran pajak yang isinya (ayat 1) “Wajib Pajak wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang di kas negara melalui Kantor Pos dan atau bank badan usaha milik Negara atau bank badan usaha milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan”. (Ayat 2) “Tata cara pembayaran, penyetoran pajak, dan pelaporannya serta tata cara mengangsur dan menunda pembayaran pajak diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.”
0 komentar:
Post a Comment