a. Letak kerajaan
Kerajaan Sriwijaya
merupakan kerajaan Buddha yang berdiri di Sumatra pada abad ke-7. Pendirinya
adalah Dapunta Hyang. Kerajaan ini pernah menjadi kerajaan terbesar diNusantara,
bahkan mendapat
sebutan Kerajaan
Nasional Isebab pengaruh kekuasaannya mencakup hampir seluruhNusantara dan
negara-negara di sekitarnya. Letaknya sangat strategis. Wilayahnya meliputi tepian
Sungai Musi di Sumatra Selatan sampai ke Selat Malaka (merupakan jalur perdagangan
India – Cina pada saat itu), Selat Sunda, Selat Bangka, Jambi, dan Semenanjung
Malaka.
b. Sumber-sumber
sejarah
1) Berita dari Cina
Dalam perjalanannya
untuk menimba ilmu agama Buddha di India, I-Tsing pendeta dari Cina, singgah di
Shi-li-fo-shih (Sriwijaya) selama enam bulan dan mempelajari paramasastra atau
tata bahasa Sanskerta. Kemudian, bersama guru Buddhis, Sakyakirti, ia menyalin
kitab Hastadandasastra ke dalam bahasa Cina. Kesimpulan I-Tsing mengenai
Sriwijaya adalah negara ini telah maju dalam bidang agama Buddha. Pelayarannya
maju karena kapal-kapal India singgah di sana dan ditutupnya Jalan Sutra oleh
bangsa Han. Buddhisme di Sriwijaya dipengaruhi Tantraisme, namun disiarkan pula
aliran Buddha Mahayana. I-Tsing juga menyebutkan bahwa Sriwijaya telah
menaklukkan daerah Kedah di pantai barat Melayu pada tahun 682 – 685. Berita
Cina dari dinasti Tang menyebutkan bahwa Shi-li-fo-shih (Sriwijaya) adalah
kerajaan Buddhis yang terletak di Laut Selatan. Adapun berita sumber dari dinasti
Sung menyebutkan bahwa utusan Cina sering datang ke San-fo-tsi. Diyakini
bahwa yang disebut
San-fo-tsi itu adalah Sriwijaya.
2) Berita dari Arab
Berita Arab
menyebutkan adanya negara Zabag (Sriwijaya). Ibu Hordadheh mengatakan bahwa
Raja Zabag banyak menghasilkan emas. Setiap tahunnya emas yang dihasilkan
seberat 206 kg. Berita lain disebutkan oleh Alberuni. Ia mengatakan bahwa Zabag
lebih dekat dengan Cina daripada India. Negara ini terletak di daerah yang
disebut Swarnadwipa (Pulau Emas) karena banyak menghasilkan emas.
3) Berita dari India
Prasasti Leiden Besar
yang ditemukan oleh raja-raja dari dinasti Cola menyebutkan adanya pemberian tanah Anaimangalam kepada biara di
Nagipatma. Biara tersebut dibuat oleh Marawijayattunggawarman, keturunan
keluarga Syailendra yang berkuasa di Sriwijaya dan Kataka.
Prasasti Nalanda
menyebutkan bahwa Raja Dewa Paladewa dari Nalanda, India, telah membebaskan
lima buah desa dari pajak. Sebagai imbalannya, kelima desa itu wajib membiayai
para mahasiswa dari Kerajaan Sriwijaya yang menuntut ilmu di Kerajaan Nalanda.
Hal ini merupakan wujud penghargaan sebab Raja Sriwijaya saat itu,
Balaputradewa, mendirikan vihara di Nalanda. Selain itu, prasasti Nalanda juga
menyebutkan bahwa Raja Balaputradewa sebagai raja terakhir dinasti Syailendra
yang terusir dari Jawa meminta kepada Raja Nalanda untuk mengakui hak-haknya
atas dinasti Syailendra.
4) Berita dari dalam
negeri
Sumber-sumber sejarah
dalam negeri mengenai Sriwijaya adalah prasastiprasasti berhuruf Pallawa dan
berbahasa Melayu Kuno.
a) Prasasti Kedukan
Bukit berangka tahun 605 Saka (683 M) ditemukan di tepi Sungai Tatang, dekat
Palembang.
b) Prasasti Talang
Tuo berangka tahun 606 Saka (684 M) ditemukan di sebelah barat Pelembang.
c) Prasasti Kota
Kapur berangka tahun 608 Saka (686 M) ditemukan di Bangka. Prasasti ini menjadi
bukti serangan Sriwijaya terhadap Tarumanegara yang membawa keruntuhan kerajaan
tersebut, terlihat dari bunyi: "Menghukum bumi Jawa yang tidak
tunduk kepada Sriwijaya."
d) Prasasti Karang
Berahi berangka tahun 608 Saka (686 M). Isi prasasti ini memperjelas bahwa
secara politik, Sriwijaya bukanlah negara kecil, melainkan memiliki wilayah
yang luas dan kekuasaannya yang besar. Prasasti ini juga memuat penaklukan
Jambi.
e) Prasasti Telaga
Batu (tidak berangka tahun). Prasasti ini menyebutkan bahwa negara Sriwijaya
berbentuk kesatuan dan menegaskan kedudukan putra-putra raja: Yuwaraja (putra
mahkota), Pratiyuwaraja (putra mahkota kedua), dan Rajakumara (tidak berhak
menjadi raja).
f) Prasasti Ligor
berangkat tahun 697 Saka (775 M) ditemukan di Tanah Genting Kra. Prasasti ini
memuat kisah penaklukan Pulau Bangka dan Tanah Genting Kra (Melayu) oleh
Sriwijaya
g) Prasasti Palas
Pasemah (tidak berangka tahun) ditemukan di Lampung berisi penaklukan Sriwijaya
terhadap Kerajaan Tulangbawang pada abad ke-7. Dari sumber-sumber sejarah
tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, pendiri Kerajaan Sriwijaya
adalah Dapunta Hyang Sri Jayanegara yang berkedudukan di Minangatwan. Kedua,
Raja Dapunta Hyang berusaha memperluas wilayah kekuasaannya dengan menaklukkan
wilayah di sekitar Jambi. Ketiga, Sriwijaya semula
tidak berada di
sekitar Pelembang, melainkan di Minangatwan, yaitu daerah pertemuan antara
Sungai Kampar Kanan dan Sungai Kampar Kiri. Setelah berhasil menaklukkan Palembang,
barulah pusat kerajaan dipindah dari Minangatwan ke Palembang.
c. Kehidupan
politik
Sriwijaya dikenal
sebagai kerajaan besar dan masyhur. Selain mendapat julukan sebagai Kerajaan
Nasional I, Sriwijaya juga mendapat julukan Kerajaan Maritim disebabkan armada
lautnya yang kuat. Raja-rajanya yang terkenal adalah Dapunta Hyang (pendiri
Sriwijaya) Balaputradewa, dan Sanggrama Wijayatunggawarman. Berdasarkan
Prasasti Kedukan Bukit diketahui bahwa Raja Dapunta Hyang berhasil memperluas
wilayah Kerajaan Sriwijaya dari Minangatwan sampai Jambi. Pemerintahan Raja
Balaputradewa berhasil mengantarkan Sriwijaya menjadi kerajaan yang besar dan
mencapai masa kejayaan. Balaputradewa adalah putra Raja Syailendra, Samaratungga,
yang karena dimusuhi saudarinya, Pramodhawardhani (istri Raja Pikatan dari
wangsa Sanjaya), terpaksa melarikan diri ke Sriwijaya. Saat itu, Sriwijaya
diperintah oleh Raja Dharmasetu, kakek dari ibunda Balaputradewa. Raja ini
tidak berputra sehingga kedatangan Balaputradewa disambut dengan baik, bahkan
diserahi takhta dan diangkat menjadi raja di Sriwijaya. Dalam masa
pemerintahannya, Sriwijaya mengadakan hubungan dengan Nalanda dalam bidang
pengembangan agama Buddha. Pada masa pemerintahan Sanggrama Wijayattunggawarman,
Sriwijaya mendapat serangan dari Kerajaan Colamandala. Sang Raja ditawan dan
baru dilepaskan ketika Colamandala diperintah Raja Kolottungga I.
d. Kehidupan
ekonomi
Letak Sriwijaya
sangat strategis, yakni di tengah jalur perdagangan India – Cina, dekat Selat
Malaka yang merupakan urat nadi perhubungan daerah-daerah di Asia Tenggara.
Menurut Coedes, setelah Kerajaan Funan runtuh, Sriwijaya berusaha menguasai wilayahnya
agar dapat memperluas kawasan perdagangannya. Untuk mengawasi kelancaran
perdagangan dan pelayarannya, Sriwijaya menguasai daerah Semenanjung Malaya, tepatnya
di daerah Ligor. Adanya hubungan perdagangan dengan Benggala dan Colamandala di
India, lalu lintas perdagangan Sriwijaya makin ramai. Ekspor Sriwijaya terdiri
atas gading, kulit, dan beberapa jenis binatang. Adapun impornya adalah sutra,
permadani, dan porselin.
e. Hubungan
Sriwijaya dengan lndia
Di daerah Benggala,
di India, ada sebuah kerajaan bernama Nalanda yang diperintah oleh dinasti
Pala. Kerajaan ini berdiri sejak abad ke-8 hingga pada abad ke-11. Rajanya yang
terbesar adalah raja Dewa Pala. Hubungan Sriwijaya dengan kerajaan ini sangat
baik, terutama dalam bidang kebudayaan, khususnya dalam pengembangan agama
Buddha. Banyak bhiksu dari Kerajaan Sriwijaya yang belajar
agama Buddha di
perguruan tinggi Nalanda.
f. Hubungan
Kerajaan Sriwijaya dengan Kerajaan Colamandala
Hubungan kedua
kerajaan ini pada awalnya sangat baik. Diawali dengan hubungan dalam bidang
agama kemudian meningkat ke bidang ekonomi perdagangan. Pada tahun 1006, Raja
Sriwijaya bernama Sanggrama Wijayattunggawarman mendirikan biara di Colamandala
untuk tempat tinggal para bhiksu dari Sriwijaya. Akibat adanya persaingan dalam
pelayaran dan perdagangan, persahabatan kedua kerajaan itu berubah menjadi permusuhan.
Raja Rajendra Cola menyerang Sriwijaya sampai dua kali. Serangan pertama pada
tahun 1007 gagal. Serangan kedua pada tahun 1023/1024 berhasil
merebut kota dan
bandar dagang Sriwijaya. Raja Sanggrama Wijayattunggawarman berhasil ditawan
dan baru dibebaskan pada zaman Raja Kulottungga I.
g. Kemunduran
Sriwijaya
Pada akhir abad
ke-13, Kerajaan Sriwijaya mengalami kemunduran yang disebabkan oleh
faktor-faktor berikut.
1) Faktor geologis,
yaitu adanya pelumpuran Sungai Musi sehingga para pedagang tidak singgah lagi
di Sriwijaya.
2) Faktor politis,
yaitu jatuhnya Tanah Genting Kra ke tangan Siam membuat pertahanan Sriwijaya di
sisi utara melemah dan perdagangan mengalami kemunduran. Di sisi timur,
kerajaan ini terdesak oleh Kerajaan Singasari yang dipimpin Kertanegara. Akibat
dari serangan ini, Melayu, Kalimantan, dan Pahang lepas dari tangan Sriwijaya.
Desakan lain datang dari Kerajaan Colamandala dan Sriwijaya akhirnya benar-benar
hancur karena diserang Majapahit.
3) Faktor ekonomi, yaitu
menurunnya pendapatan Sriwijaya akibat lepasnya daerahdaerah strategis untuk
perdagangan ke tangan kerajaan-kerajaan lain.
0 komentar:
Post a Comment